sugeng rawuh wonten ing gudang mbako

Senin, 12 Maret 2012

pengolahan tembakau rajang


    Kecamatan Sukasari dan Kecamatan Tanjungsari merupakan sentra penghasil tembakau mole di Kabupaten Sumedang yang sudah terkenal ke berbagai wilayah. Produk tembakau mole yang dihasilkan dari kedua kecamatan tersebut memiliki kualitas yang baik, sehingga diminati oleh pasar baik pasar lokal maupun nasional.

  Mayoritas masyarakat dari dua kecamatan tersebut, terutama masyarakat yang tinggal di desa Pasigaran, Kadakajaya, Cijambu, Sukasari, Banyuresmi, Genteng dan Nanggerang bermata pencaharian sebagai pengolah daun tembakau menjadi tembakau mole selain sebagai petani pada komoditi tanaman pangan, palawija dan hortikultura.

    Para petani dari desa-desa tersebut memperoleh daun tembakau segar dari hasil penanaman sendiri ataupun hasil pembelian dari daerah lain yaitu dari Kecamatan Wado, Situraja, Darmaraja dan Jatigede. Dikenal dua jenis tembakau mole, yaitu tembakau mole putih dan tembakau mole merah. Perbedaan dari kedua jenis tembakau mole tersebut adalah dari warna dan rasanya.

   Pengolahan daun tembakau mole melewati beberapa tahap kegiatan dan memerlukan cuaca yang mendukung untuk penjemuran, karena faktor cuaca sangat menentukan kualitas dari tembakau yang dihasilkan. Dikalangan petani dikenal istilah "Bako mah hirup sapoe, paeh sapoe", yang dalam bahasa Indonesia "Tembakau itu hidup sehari dan mati pun sehari". Maksud dari Istilah tersebut adalah bahwa tembakau mole yang dihasilkan, kualitasnya sangat ditentukan oleh faktor pengeringan atau penjemuaran pada hari pertama. Apabila proses penjemuaran daun tembakau pada hari pertama memperoleh penyinaran matahari yang cukup sehingga daun tembakau rajangan dapat kering, maka sudah dapat dipastikan kualitas tembakau mole yang dihasilkan akan baik. Namun sebaliknya, jika proses penjemuran pada hari yang pertama tidak mendapat penyinaran matahari yang cukup (daun rajangan masih basah) maka kualitas temabakau mole yang dihasilkan akan rendah.

      Tahapan pengolahan tembakau mole yang dilakukan oleh petani pengolah daun tembakau di Keacamatan Sukasari dan Kecamatan Tanjungsari, diantaranya :
1. Pemisahan Tulang Daun
       Daun tembakau yang baik untuk diolah menurut para petani adalah daun tembakau yang sudah tua, yanmg dicirikan oleh warna daun yang hijau tua dengan pinggir daun sedikit berwarna kuning. Sebelum daun-daun tembakau di rajang, maka harus dipisahkan atau dibuang terlebih dahulu tulang-tulang daunnya. Istilah ini dikalangan petani dikenal dengan "Ngaroeh".
      
     Setelah daun tembakau diroeh, maka tahapan selanjutnya adalah menyusun atau menumpuk daun tembakau menjadi beberapa tumpukan kecil untuk memudahkan dalam proses perajangan daun. Istilah ini dikalangan petani dikenal dengan istilah "ngentep".

2. Pemeraman (Meuyeum)
Pemeraman dimaksudkan agar daun tembakau menjadi lebih masak. pemeraman dilakukan selama 1 malam sebelum daun tembakau dirajang.

3. Perajangan
Perajangan dilakukan mulai pukul 23.00 WIB sampai dengan pukul 09.00 pagi. Alat yang digunakan untuk perajangan terdiri dari pisau rajang, Rimbagan (tempat dudukan merajang), Sasag (alat untuk menjemur), 

4. Ngicis

5. Penjemuran

Minggu, 11 Maret 2012

benih tembakau


Boyolali Petani di lereng Merapi mulai menanam tembakau, meski curah hujan hingga saat ini masih tinggi. Namun para petani optimistis hasil produksi akan optimal karena kondisi geografis yang berbeda dengan daerah lainnya.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Boyolali, Bambang Widodo mengatakan hingga saat ini ada sekitar 700 hektare (Ha) lahan di lereng Merapi yang sudah ditanami tembakau rajangan. Bambang menjelaskan para petani tembakau rajangan di lereng Merapi tidak memermasalahkan curah hujan yang tinggi  hal itu dikarenakan struktur tanah di lereng Merapi sebagian besar merupakan tanah pasir.
“Meski hujan, air yang ada di lahan langsung terserap secara tuntas ke dalam tanah, sehingga tidak menganggu akar tanaman itu sendiri,” papar dia kepada wartawan akhir pekan kemarin.

Minggu, 04 Maret 2012

tembakau malang


MALANG: Pabrikan rokok di Kota Malang masih mengandalkan pada hasil produksi tembakau asal Klaten Jawa Tengah (Jateng) menyusul kian baiknya kualitas panen tembakau saat ini.
Accounting Finance Manajer PT. Indonesian Tobacco Kota Malang, produsen rokok `tengwe` Anggur Kupu dan Lampion Lilin, Ferinaldo, mengatakan bagusnya kualitas tembakau tersebut juga membuat harga tembakau mulai membaik di pasaran.
"Saat ini harga tembakau sudah menembus Rp25.000 per kg, atau mengalami kenaikan hampir 100% dari sebelumnya yang berada di kisaran Rp13.000 per kg," katanya hari ini.
Dia menambahkan membaiknya harga tembakau tersebut tidak terlepas dari faktor cuaca yang ada saat ini. Dibandingkan dengan sebelumnya, kualitas tembakau sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Dimana hujan yang berlangsung hampir sepanjang 
"Dengan kondisi kualitas tembakau yang ada saat ini per bulan kami mampu berproduksi untuk selanjutnya dikirim ke wilayah timur Indonesia hingga 20 ton dalam bentuk rokok tengwe (nglinting dewe)."
Rokok tengwe, ujarnya, adalah rokok yang dijual dalam bentuk tembakau yang dikemas bersama ampri atau kertas untuk merokok. Produksi Indonesian Tobacco diataranya adalah ukuran 25 gram yang dijual Rp2.800 per bungkus, 40 gram Rp3.300 per bungkus, dan ukuran 1,5 kg Rp125.000 per bungkus.
"Selama ini produk kami banyak bermain di wilayah Indonesia timur mulai Ambon hingga Papua. Dan khusus untuk Papua kami menguasai hampir 90% rokok di sana."