Kecamatan Sukasari dan Kecamatan Tanjungsari merupakan sentra penghasil tembakau mole di Kabupaten Sumedang yang sudah terkenal ke berbagai wilayah. Produk tembakau mole yang dihasilkan dari kedua kecamatan tersebut memiliki kualitas yang baik, sehingga diminati oleh pasar baik pasar lokal maupun nasional.
Mayoritas masyarakat dari dua kecamatan tersebut, terutama masyarakat yang tinggal di desa Pasigaran, Kadakajaya, Cijambu, Sukasari, Banyuresmi, Genteng dan Nanggerang bermata pencaharian sebagai pengolah daun tembakau menjadi tembakau mole selain sebagai petani pada komoditi tanaman pangan, palawija dan hortikultura.
Para petani dari desa-desa tersebut memperoleh daun tembakau segar dari hasil penanaman sendiri ataupun hasil pembelian dari daerah lain yaitu dari Kecamatan Wado, Situraja, Darmaraja dan Jatigede. Dikenal dua jenis tembakau mole, yaitu tembakau mole putih dan tembakau mole merah. Perbedaan dari kedua jenis tembakau mole tersebut adalah dari warna dan rasanya.
Pengolahan daun tembakau mole melewati beberapa tahap kegiatan dan memerlukan cuaca yang mendukung untuk penjemuran, karena faktor cuaca sangat menentukan kualitas dari tembakau yang dihasilkan. Dikalangan petani dikenal istilah "Bako mah hirup sapoe, paeh sapoe", yang dalam bahasa Indonesia "Tembakau itu hidup sehari dan mati pun sehari". Maksud dari Istilah tersebut adalah bahwa tembakau mole yang dihasilkan, kualitasnya sangat ditentukan oleh faktor pengeringan atau penjemuaran pada hari pertama. Apabila proses penjemuaran daun tembakau pada hari pertama memperoleh penyinaran matahari yang cukup sehingga daun tembakau rajangan dapat kering, maka sudah dapat dipastikan kualitas tembakau mole yang dihasilkan akan baik. Namun sebaliknya, jika proses penjemuran pada hari yang pertama tidak mendapat penyinaran matahari yang cukup (daun rajangan masih basah) maka kualitas temabakau mole yang dihasilkan akan rendah.
Tahapan pengolahan tembakau mole yang dilakukan oleh petani pengolah daun tembakau di Keacamatan Sukasari dan Kecamatan Tanjungsari, diantaranya :
Daun tembakau yang baik untuk diolah menurut para petani adalah daun tembakau yang sudah tua, yanmg dicirikan oleh warna daun yang hijau tua dengan pinggir daun sedikit berwarna kuning. Sebelum daun-daun tembakau di rajang, maka harus dipisahkan atau dibuang terlebih dahulu tulang-tulang daunnya. Istilah ini dikalangan petani dikenal dengan "Ngaroeh".
Setelah daun tembakau diroeh, maka tahapan selanjutnya adalah menyusun atau menumpuk daun tembakau menjadi beberapa tumpukan kecil untuk memudahkan dalam proses perajangan daun. Istilah ini dikalangan petani dikenal dengan istilah "ngentep".
2. Pemeraman (Meuyeum)
Pemeraman dimaksudkan agar daun tembakau menjadi lebih masak. pemeraman dilakukan selama 1 malam sebelum daun tembakau dirajang.
Pemeraman dimaksudkan agar daun tembakau menjadi lebih masak. pemeraman dilakukan selama 1 malam sebelum daun tembakau dirajang.
3. Perajangan
Perajangan dilakukan mulai pukul 23.00 WIB sampai dengan pukul 09.00 pagi. Alat yang digunakan untuk perajangan terdiri dari pisau rajang, Rimbagan (tempat dudukan merajang), Sasag (alat untuk menjemur),
Perajangan dilakukan mulai pukul 23.00 WIB sampai dengan pukul 09.00 pagi. Alat yang digunakan untuk perajangan terdiri dari pisau rajang, Rimbagan (tempat dudukan merajang), Sasag (alat untuk menjemur),
4. Ngicis
5. Penjemuran